Islam Rahmat, Bukan Islam Laknat
Islam Rahmat, Bukan Islam Laknat
Muhammad Asriady
Baru-baru ini Dunia dilanda terror. Mulai dari Bom di Kampung
Melayu-Jakarta, Manchester-Inggris, London Bridge-Inggris hingga yang terbaru
adalah bom bunuh diri yang meledak di Teheran-Iran. Rasanya masih sulit untuk menjelaskan
kepada dunia bahwa Islam tidak sama sekali menganjurkan kekerasan jika para
pelaku terror itu masih juga berasal dari kaum muslim, apapun kelompoknya.
Orang akan menilai dengan realitas yang terjadi.
Menurut ahli kriminologi, terorisme yang terjadi dengan mengatasnamakan
agama merupakan ancaman nyata, ia adalah ancaman yang membutuhkan perhatian
bersama. Tindakan teroris tersebut sebetulnya sangat jauh dari ajaran agama,
karena agama adalah rule (aturan) seseorang dalam berhubungan baik
kepada Tuhan dan sesama manusia. Agama apapun tidak menghendaki adanya
kekerasan. Terlebih lagi di dalam konsep Islam, yang sangat mengenal konsep hablun
minallah wa hablun minannas (Hubungan baik kepada Allah dan hubungan baik
kepada sesama manusia). Keduanya harus berjalan parallel. Seseorang tidak akan
dianggap baik hubungannya dengan Allah jika ia tidak memiliki hubungan yang
baik kepada sesama manusia, karena justru Allah lah yang memerintahkan untuk
melaksanakan kebaikan horizontal itu. Begitupula sebaliknya, bagaimanapun
baiknya hubungan seseorang kepada sesamanya umat manusia, jika ia tidak
menjalin hubungan yang baik kepada Allah, maka sia-sialah kebaikan itu. Sebab,
ia telah menafikan bahwa kebaikan itu bersumber dari Yang Maha Baik, Allah swt.
Inilah yang terjadi pada pelaku terror tersebut, maksud hati
ingin mendapat surga dengan “jalan pintas” meraih simpati Tuhan, namun lalai
memperhatikan bahwa jalan surga bukanlah jalan bagi orang-orang yang melukai
insan tak berdosa. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan tetangga para pelaku
terror, yang kebanyakan bukanlah orang yang berbaur, yang memperbaiki hablum
minannasnya, kepada tetangga, kerabat maupun sanak familinya.
Setiap penganut agama harus memperhatikan visi dari agama
yang dianutnya, agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengamalkan tuntunannya. Pemahaman
yang dangkal hanya akan menimbulkan perseteruan, Dan pemahaman mendalamlah yang
akan melahirkan persatuan.
Islam merupakan agama yang rahmah (pengasih dan
penyayang), bukan agama fazzan-ghaliza (keras lagi kasar), salah
seorang pakar tafsir di Sulawesi Selatan, Dr. Muhammad Irham M. Th. I,
menuturkan “seandainya Islam agama yang keras, Islam tidak akan pernah sampai
di Indonesia, bisa saja hanya sampai di Arab”. Q.S. Ali Imran ayat 159 “maka disebabkan
dari rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertakwakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya”.
Karena Allah swt. adalah Maha berlemah lembut, maka sudah
sewajarnya manusia meneladani-Nya dengan berlemah lembut pula pada sesama.
Ayat tersebut memberikan solusi mengenai kisruh yang sedang
terjadi, pertama memberi maaf, kedua mohonkan ampun, ketiga bermusyawarah,
keempat membulatkan tekad, dan kelima bertawakkal.
Memohon maaf tentulah sangat berat, tetapi memberi maaf jauh
lebih berat. Saling maaf-memaafkan harus diaktualisasikan pada semua lini, baik
pemerintah, masyarakat, dan ulama. Pemerintah memaafkan masyarakatnya dan
masyarakat memaafkan pemerintahnya, lalu ulama memaafkan ummatnya akibat
kekeliruan yang diperbuatnya, begitupula sebaliknya.
Setelah itu, dilanjutkan dengan memohonkan ampun. Ini tradisi
yang hampir punah ditengah-tengah masyarakat. Saat pemerintah, masyarakat dan
ulama sudah saling memaafkan, mereka harus berdoa kepada Tuhan agar memohon
ampunkan kesalahan yang telah terjadi, dalam Al-Qur’an sangat jelas firman
Allah (memohon ampunlah kepadaku karena Aku sebaik-baiknya pemberi maaf).
Namun, adakah pemimpin yang bangun di sepertiga malam memohon ampunkan
kesalahan rakyatnya kepada Tuhan? Adakah masyarakat memohon ampunkan
pemimpinnya kepada Tuhan? Perlu di jawab di dalam benak kita masing-masing.
Selanjutnya, bermusyawarah, Jika ditelusuri sejarah perang khandaq
(parit), Nabi sebagai pemimpin perang, bermusyawarah kepada sahabat tidak
memaksakan kehendaknya, mendapatkan masukan dari sahabat agar menggali parit
mengelilingi kota Madinah, setelah strategi tersebut digunakan, umat Islam
meraih kemenangan. Bermusyawarah patut ditradisikan agar semua linik memeroleh
kemenangan bersama.
Selanjutnya ber-‘Azam (membulatkan tekad), keputusan
yang telah dimusyawarahkan dengan baik, harus dilanjutkan dengan tekad kuat
dalam pelaksanaannya. Setelah itu, Barulah menyerahkan hasilnya kepada
kehendak-Nya. Ikhtiar dahulu tawakkal kemudian, bukan sebaliknya.
Kekerasan atas nama agama terjadi akibat tawakkal yang tidak
pada tempatnya, pasrah dengan kondisi yang terjadi, pesimis dengan masa depan
dunia. Inilah yang menyebabkan terjadinya
bom bunuh diri dan berbagai tindakan teror. Meneror hanyalah menambah masalah,
bukan solusi untuk menyelesaikan masalah.
Bermusyawarah untuk mendapatkan solusi masalah umat terbaik,
mendiskusikan dengan baik teks-teks agama, secara tekstual, antarteks maupun
konteks, untuk menghasilkan kesimpulan solutif yang tidak lepas dari visi rahmatan
lil alamin, adalah salah satu ikhtiar terbaik saat ini.
Islam adalah agama penebar rahmat. Namun, keramahan Islam hanya
akan diakui jika para penganutnya menampilkan keramahannya itu. Selama
penganutnya lebih menampakkan dirinya yang penebar amarah, maka selama itu
Islam akan dianggap agama penebar laknat.
Posting Komentar untuk "Islam Rahmat, Bukan Islam Laknat"